Aplikasi K3 Di Dunia Industri

 




Judul

:

Aplikasi K3 Di Dunia Industri

ISBN

:

 

Kepengarangan

:

Fadlilatin Nailah, Arief Syarifuddin, Desta Rifky Aldara, Eka Septian, Astri Rino Okvitasari, Mohammad Arus SamudroRetno Syahriawati Dewi

Editor

:

 

halaman

:

179

Ukuran kertas

:

B5

Harga

:

75.000

Penerbit

:

CV. Nata Karya

Sinopsis

:

Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di ruang terbatas sangat penting untuk melindungi pekerja dari risiko tinggi. Dasar K3 meliputi identifikasi risiko, prosedur izin kerja, penggunaan APD, pelatihan keselamatan, dan pemantauan kesehatan berkala. Pekerja di ruang terbatas berpotensi terpapar bahan kimia berbahaya seperti gas beracun (CO, HS, NH, CH, CO), asap, debu, serta bahan korosif, mudah terbakar, reaktif, radioaktif, dan biologis. Oleh karena itu, penilaian risiko sistematis dan pengukuran gas (oksigen, LEL, UEL) sangat penting untuk mencegah kecelakaan fatal. Prosedur Log Out - Tag Out (LOTO) wajib dilakukan untuk mengisolasi semua sumber energi (listrik, gas, uap, tekanan, mekanis) agar mesin tidak aktif selama perawatan. Penggunaan APD lengkap seperti SCBA, pakaian pelindung, pelindung mata, telinga, sarung tangan, sepatu, dan alat pencahayaan juga krusial. Semua langkah ini memastikan keselamatan pekerja saat bekerja di ruang terbatas yang berbahaya.

Pembangunan infrastruktur di Indonesia, baik melalui APBN/APBD maupun skema alternatif seperti CSR dan partisipasi komunitas, bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan stabilitas ekonomi. Namun, sektor konstruksi berisiko tinggi kecelakaan kerja, sehingga penerapan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat penting. Program K3 diterapkan sejak perencanaan hingga pelaksanaan dengan menyusun Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK) dan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK). Struktur organisasi K3 melibatkan penjamin (PA, UKPBJ), pengendali (KPA, PPK, pelaksana), dan konsultasi teknis untuk penilaian risiko. Risiko dianalisis untuk menentukan tingkat bahaya dan kebutuhan personel K3 sesuai standar. Pada pemilihan penyedia jasa, SMKK dievaluasi lewat kompetensi personel dan dokumen RKK, yang harus dipresentasikan dan diperbarui saat kontrak. Saat pelaksanaan, penyedia wajib mengajukan izin kerja lengkap dengan metode, uji-inspeksi, JSA, dan identifikasi bahaya yang disetujui. Penggunaan APD sesuai standar wajib dilakukan untuk meminimalkan kecelakaan.

Keselamatan maritim penting untuk melindungi awak kapal, penumpang, aset, dan lingkungan laut di tengah meningkatnya aktivitas perdagangan dan laut. Standar teknis kapal, pelatihan awak, dan regulasi ketat dari IMO serta pemerintah nasional menjamin operasi yang aman. Aktivitas maritim seperti transportasi, penangkapan ikan, eksplorasi, dan pariwisata berisiko kecelakaan, pencemaran, dan kerugian finansial, sehingga potensi bahaya seperti tabrakan, kebakaran, dan kerusakan kapal harus dikelola. Regulasi nasional (UU Pelayaran No.17/2008) dan internasional (SOLAS, MARPOL) menjadi dasar keselamatan yang profesional dan ramah lingkungan. Analisa frekuensi mengukur seberapa sering kegagalan terjadi, menggunakan data kecelakaan, analisis pohon kesalahan, dan metode lainnya. Analisa konsekuensi menilai dampak risiko terhadap keselamatan, lingkungan, dan materi. Tingkat risiko dihitung dari frekuensi x konsekuensi dan dipetakan di matriks risiko untuk menentukan prioritas mitigasi. Tindakan pencegahan dan mitigasi disesuaikan tingkat risiko dengan komunikasi dan perencanaan respons agar operasi maritim tetap aman dan berkelanjutan.

Perkembangan teknologi di manufaktur, konstruksi, otomotif, dan perkapalan menjadikan pengelasan krusial dalam penyambungan logam dengan metode seperti SMAW, GTAW, GMAW, SAW, dan FCAW. Proses ini berisiko tinggi karena melibatkan listrik, radiasi UV/IR, panas, dan asap berbahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan. Risiko seperti kejutan listrik, luka bakar, gangguan pernapasan, dan kerusakan mata membutuhkan mitigasi ketat melalui penggunaan APD (helm las, pelindung wajah, respirator, pakaian tahan api, sarung tangan, sepatu keselamatan) serta pengendalian teknik. Analisis risiko di galangan kapal menunjukkan pengelasan memiliki risiko tinggi-sedang, dengan bahaya utama luka bakar, sengatan listrik, jatuh, dan keracunan gas. Mitigasi meliputi penerapan SOP ketat, penggunaan APD, pengendalian lingkungan kerja, serta pelatihan dan pengawasan keselamatan rutin untuk mencegah kecelakaan.

Industri migas Indonesia, berdasarkan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat, dengan regulasi utama UU No. 22/2001. Industri ini terbagi menjadi hulu (eksplorasi, eksploitasi) dan hilir (pengolahan, transportasi, penyimpanan, pemasaran), yang masing-masing berisiko tinggi. Sistem Manajemen Keselamatan Migas (SMKM) diterapkan untuk menjamin keselamatan pekerja, lingkungan, dan kelancaran operasi dengan pengawasan ketat dan standar kompetensi nasional. Risiko kecelakaan seperti kebakaran, ledakan, dan pencemaran harus ditangani dengan investigasi transparan dan tindakan pencegahan. Bahaya meliputi kondisi dan tindakan tidak aman, serta bahaya fisika, kimia, mekanik, dan ergonomi. Kecelakaan migas di Indonesia menurun sejak 2016, mayoritas terjadi di hulu onshore. Untuk keadaan darurat, Direktorat Jenderal Migas membentuk tim tanggap darurat di Manajemen Crisis Center (MCC) dengan pelaporan ketat dan latihan rutin, meski masih menghadapi tantangan komunikasi saat insiden.

Perkembangan industri dan teknologi di era digitalisasi, revolusi industri 4.0, dan kondisi VUCA membawa perubahan cepat dan ketidakpastian yang berdampak pada dunia kerja dan K3. K3 sangat penting untuk melindungi pekerja dari risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta menjaga kelancaran produksi. Data BPJS Ketenagakerjaan 2022 menunjukkan peningkatan kecelakaan kerja, menegaskan perlunya penerapan K3 sesuai Permenaker RI No. 5/2018. Pengendalian faktor fisika, kimia, biologi, ergonomi, dan psikologi serta penyediaan fasilitas kebersihan dan personel kompeten wajib dilakukan. Hirarki kontrol K3 meliputi eliminasi, substitusi, rekayasa teknik, pengendalian administrasi, dan penggunaan APD sebagai langkah terakhir. Hygiene dan sanitasi juga penting untuk kesehatan pekerja. Pengendalian lingkungan kerja harus sistematis untuk meminimalkan risiko dan menjamin keselamatan.

Revolusi Industri sejak abad ke-18 mengubah produksi dan berdampak pada ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Awalnya limbah industri belum jadi masalah serius, tapi menurunnya daya dukung lingkungan dan keragaman limbah kini menjadi ancaman, diperparah sikap “Not in My Backyard” pelaku industri. Konsep ekologi industri muncul untuk mengintegrasikan keberlanjutan produksi dan kualitas lingkungan. Pengelolaan limbah berkembang dari pendekatan reaktif “end of pipe” ke produksi bersih (cleaner production) yang preventif, dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery). Limbah industri, baik padat, cair, gas, berbahaya (B3) maupun non-B3, dikelola sesuai karakteristik dan tingkat bahayanya melalui eliminasi, pengolahan, dan pembuangan dengan teknologi yang terus berkembang guna mendukung keberlanjutan lingkungan dan industri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM TATA NEGARA

DASAR-DASAR SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PENDIDIKAN: KONSEP, KOMPONEN, DAN HIERARKI

Duplikasi Wayang Beber Tawang Alun Donorojo, Hidupkan Tradisi Ratusan Tahun